Kamis, 08 Mei 2008

LKBN Antara


Peran LKBN "Antara" Di Usia Ke-55


"Penegasan Mendagri: Lingkungan tak Menentukan Seseorang adalah Komunis," demikian judul berita utama harian-harian Ibukota pada 15 Desember 1988. Dan diakhir berita-berita Headline itu, ditutup dengan ìhuruf tebal di dalam kurung: (Antara).


Masalah bersih lingkungan memang sedang menjadi isu nasional penting ketika itu. Karena itu tidak heran kalau koran-koran lalu mengutip berita Antara itu sebagai berita utamanya hari itu. Antara ìmemang secara sadar menyiarkan pernyataan Mendagri Rudini bahwa terlalu gegabah dan tidak fair memvonis seseorang agar dikucilkan dari kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara hanya karena saudaranya terlibat kegiatan pemberontakan G-30-S/PKI. Pribadi orang itulah yang harus dijadikan pertimbangan utama, dan persoalannya harus ìdilihat kasus per kasus.


Contoh berita pernyataan Mendagri Rudini tersebut, mungkin hanya beberapa di antara sekian banyak berita yang telah diturunkan Antara dalam menjalankan perannya sebagai sebuah media massa, sekalipun ia milik pemerintah. Dan ini pula salah satu bentuk wujud pergeseran peran Antara saat di mana ia lahir pada waktu perjuangan untuk merebut kemerdekaan, kemudian menegakkan negara Proklamasi 17 Agustus 1945, serta pada saat era era pembangunan sekarang ini. Pergeseran dari peran mengobarkan semangat nasionalisme secara utuh ke peran menyiasati keseimbangan aspirasi masyarakat dan pemerintah seoptimal mungkin.


***


Sejarah berdirinya kantor berita Antara, memang tidak bisa dipisahkan dengan sejarah perjuangan bangsa secara keseluruhan. Antara didirikan 13 Desember 1937 oleh para tokoh berkaliber nasional dan internasional seperti Albert Manoempak Sipahoetar, Raden Mas Soemanang, Adam Malik, dan Pandoe Kartawigoena pada saat penjajahan Belanda yang dipimpin Gubernur Jenderal de Jonge menggunakan tangan besi dalam menghadapi "kaum penghasut". Ini istilah kolonial Belanda bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.


Waktu itu, penangkapan dan pembuangan para pemimpin pejuang kemerdekaan, termasuk Bung Karno, menjadi sangat lazim dan menjadi salah satu agenda kegiatan pemerintah kolonial yang populer. Tidak kurang dari 27 kali ordonansi pemberangusan pers juga dikenakan pada pers nasional tahun 1931-1936.


Dalam situasi dan kondisi seperti itu, pemuda Adam Malik yang masih berusia 17 tahun meninggalkan Medan menuju Jawa. Setelah merasakan situasi sulit untuk bergerak di Jawa, muncul gagasannya: Kenapa tidak membentuk alat komunikasi dan informasi antarsesama pemimpin gerakan rakyat, terutama yang berada di Jawa dengan massa di belakangnya?


Saat pemerintah Belanda melakukan penangkapan besar-besaran, terutama terhadap mereka yang dicurigai sebagai pengikut dan penganut Tan Malaka dan tergabung dalam PARI (Partai Republik Rakyat Indonesia), Adam Malik dibui di Gang Tengah Salemba. Saat berada di bui itu, ia bertemu pemuda Pandoe Kartawigoena. Mereka lalu membahas gagasan tadi.


Setelah keluar penjara, keduanya bertemu Djohan Sjahruzah, seorang mahasiswa hukum. Mereka kemudian sering berembuk di rumah Haji Agus Salim untuk mematangkan rencana. Setelah matang, pertemuan pun diadakan dengan kalangan Perguruan Rakyat, termasuk Soemanang, yang sudah lama kenal Sipahoetar.


Bertempat di Jalan Raden Saleh Kecil No 2 Cikini, tempat kediaman Soemanang, dibahaslah nama kantor berita yang akan mereka bentuk sebagai wahana penyebaran informasi dan komunikasi. Seorang ìpeserta menanyakan nama sebuah mingguan terbitan Bogor. Soemanang ìmenjawab: "Perantaraan." Peserta itu lantas melemparkan usul, "Bagaimana ìkalau kantor berita kita itu beri nama Antara?"


Semua pandangan waktu itu tertuju kepada Sanoesi Pane, yang dewasa ini dianggap sastrawan. "Itu cukup baik," ujar Pane setelah diam sejenak. Sanoesi Pane waktu itu memimpin surat kabar Kebangoenan.


Waktu keputusan itu diambil, Adam Malik tidak hadir karena belum menampakkan diri. Baru setelah orang membicarakan kantor, Sipahoetar menyebut alamat Buitentijgerstraat (kini jadi Jalan Pinangsia 30), yang ternyata kantor ekspedisi "Pangharapan" yang dihuni Adam Malik. Saat Soemanang menginjakkan kakinya di kantor itu, ia belum mengenal Adam Malik. Tapi ia melihat sebuah alat foto dengan tulisan Adam Malik. Ia baru mengenal Adam setelah diperkenalkan Sipahoetar.


Kantor ekspedisi itu hanya sebuah ruangan kosong, kecuali ada sebuah meja dan sebuah kursi. Keesokan harinya, Soemanang datang dengan sebuah mesin ketik kuno, sedang Adam Malik membawa mesin roneo, sejenis mesin cetak letterpress, yang sangat sederhana. Dan, ...terbitlah buletin pertama Antara pada tanggal 13 Desember 1937 hari itu, yang sebagian besar berisi tajuk surat-surat kabar. Tanggal ini pulalah yang kemudian dijadikan sbagai hari ulang tahun Antara.


Memang, tidak sesederhana itu kantor berita nasional Antara terbentuk. Melainkan melalui berbagai cobaan, tantangan, tentangan, dan segala kekurangan yang ada. Perjalanan panjang itu pula telah mengantarnya dari kantornya yang lama di Gedung Antara di Jalan Antara, Pasar Baru, ke sebuah gedung megah Wisma Antara berlantai 20 (menempati lantai 19 dan 20), di tengah jantung kota di seberang Monas.


Selain di Jakarta, Antara juga mempunyai perwakilan-perwakilan di berbagai daerah di seluruh tanah air, termasuk biro-biro di luar negeri, seperti di Den Haag (Belanda), Berlin (Jerman), Tokyo (Jepang), ìNew York (AS), Canberra (Australia), Yangoon (Myanmar), Kuala Lumpur ì(Malaysia), Cairo (Mesir), Beijing (RRC), Dhaka (Banglades), dan Manila (Filipina).


Gedung Antara di Pasar Baru sendiri, yang telah selesai direnovasi, akan diresmikan sebagai Graha Bhakti Antara, yang diisi dengan informasi, peralatan, bahan-bahan yang menunjukkan bakti LKBN Antara terhadap negara sejak 1937. Gedung ini juga akan berfungsi sebagai galeri foto jurnalistik dan dapat digunakan untuk pameran foto.


Dalam masa pendudukan Jepang, Antara beroperasi sebagai bagian dari kantor berita Jepang, Domei. Tapi, semangat perjuangannya tidak hilang. Ini tercermin dari suksesnya wartawan Antara menyebarluaskan - melalui jaringan komunikasi Domei - berita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ke seluruh dunia.


Kantor berita Antara yang dikenal sekarang merupakan hasil penggabungan yang terjadi tahun 1962 antara kantor berita Antara (lama) dengan kantor berita lain, yaitu PIA (Pers Biro Indonesia), INPS (Indonesia National Press and Publicity Service), dan APB (Asian Press Board). Antara yang kemudian menjadi "dewasa" pernah dipimpin oleh Adi Negoro, Ismail Saleh (kini Menkeh), August Marpaung, Tranggono SH, Bakir Hasan, dan kini oleh Handjojo Nitimihardjo.


***


Sebagai lembaga dengan fungsi utama menyebarluaskan berita, kegiatan Antara terdiri dari penerimaan berita dari dalam dan luar negeri, seleksi, penyuntingan, pencetakan dan pendistribusian kepada para pelanggan melalui jaringan telex, paket udara, dan kurir.


Setiap hari, seperti dijelaskan Handjojo Nitimihardjo, Antara rata-rata menerima 400 berita dari biro daerah (di seluruh ibukota propinsi dan sejumlah ibukota kabupaten), 551 berita dari kantor berita asing AFP, 544 berita dari Reuter, 224 berita dari UPI, 150 dari PTI (India) dan 450 dari Annex dan Kyodo.


Selain itu, bahan berita juga diperoleh dari wartawan dan koresponden Antara di Biro Antara di luar negeri. Juga diterima atas kerja sama lembaga itu dengan sejumlah organiasasi kantor berita, seperti Kantor-kantor Berita Asia Pasifik (OANA), Kantor Berita Gerakan Nonblok (NANAP), Kantor-kantor Berita anggota OPEC (OPECNA) dan Kantor-kantor Berita Negara Islam (IINA).


Dalam sejarah pertumbuhannya, Antara terus berusaha memodernisasikan ìperalatan. Pada mulanya, pengiriman berita dilakukan melalui sistem ìpemancar, yang kemudian digantikan dengan teknologi maju saat itu, yaitu ìsistem telex, pada tahun 1976.


Sepuluh tahun kemudian (sejak Juli 1986), proses penerimaan, penyuntingan dan pengiriman berita menggunakan komputer dengan kapasitas Unit Pemroses Utama (Main Frame) sebesar 4 MB (Mega Bytes). Dengan teknologi baru itu, proses pelaksanaan tugas penyebaran dan penyampaian berita dipermudah dan dipercepat.


Awal tahun 1993 ini, Antara bahkan akan memasuki program komputerisasi generasi kedua, dengan mengganti seluruh sistem komputernya dengan sistem super komputer dan sistem V-Sat (very small aperture terminal) yang menggunakan satelit.


"Dengan kombinasi kedua sistem itu mulai awal tahun depan, Antara akan dapat meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan surat kabar, khususnya dalam penyampaian berita dan foto, 250 kali lebih cepat dari sebelumnya," kata Handjojo.


Keunggulan peralatan baru ini adalah bahwa pengiriman tidak tergantung pada keadaan cuaca dan kecepatannya dihitung dalam detik untuk berita, dan menit untuk foto. Di samping itu, penerimaan berita dan foto lebih sempurna dan pengoperasiannya lebih mudah. Dan yang lebih penting, biaya relatif lebih murah.


Menurut Handjojo, saat ini Antara melayani 64 pelanggan, 58 di antaranya harian di ibukota dan daerah. Lainnya, adalah departemen, kantor gubernur, kedutaan, perusahaan swasta, BUMN dan perorangan. Antara juga melayani RRI dan TVRI.


Produk dan jasa Antara terdiri dari buletin dalam bahasa Indonesia (Warta Berita, Warta Ekonomi & Keuangan, Olah Raga, Info Pasar, Info Finansial, Spktrum Antara, Rekaman Peristiwa dan Warta Perundang-undangan), dan dalam bahasa Inggris (News Bulletin, Financial & Economic News, Daily Market Quiotations, dan Weekly Review). Antara juga menyediakan instant data ekonomi dan keuangan hasil kerja sama dengan Reuters dan Telerate.


Antara kini memiliki sekitar 600 karyawan. Di antaranya, 184 wartawan di kantor pusat, 85 di daerah di seluruh propinsi, tujuh di luar negeri. Karyawan nonwartawan berjumlah 304 orang di kantor pusat dan 54 orang di daerah.


Sebagaimana umumnya keadaan pers nasional yang terus berkembang, ìAntara juga tentu akan terus mengembangkan dirinya, termasuk meningkat ìmutunya. Dalam hal ini menurut Handjojo, "Program pertama adalah ìmeningkatkan software ... orang." Sehingga wartawan yang diterima sekarang minimun D-3 atau setaraf. Mereka juga tidak langsung terjun, tapi dididik melalui program bea siswa di LPJA (Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara) selama enam bulan. Program ini sudah berjalan empat ìtahun terakhir.


Di bidang hardware, Antara terus meningkatkan peralatan. "Bahkan ìkita sekarang sudah menggunakan V-Sat, yang memungkinkan pengiriman ìberita dan foto ke personal computer pelanggan melalui parabola."


Prinsip-prinsip manajemen, tambahnya, juga sudah diterapkan secara modern sejak kantor berita nasional itu dipimpin Bakir Hasan (sekarang Sekjen Departemen Perdagangan) dan diteruskan oleh Handjojo sejak Mei 1988. "Jadi selain telah berhasil menghilangkan defisit, kita sudah meraih keuntungan lumayan," kata Hadjojo. Tidak heran kalau "imbalan" yang diterima wartawan dan karyawannya makin hari makin baik.


Biaya operasional Antara sejauh ini antara lain diperoleh dari pembayaran hak siaran (copyright) berita dan foto, juga pelayanan data seketika (real time data). Tapi, dari segi penerimaan dari media cetak yang dibayar berdasarkan tiras surat kabar, ternyata masih ada kendala. Di PWI/Deppen tercatat total tiras 5,3 juta, tapi yang dibayar kepada Antara baru sekitar 2,5 juta. Padahal, kata Handjojo, selama enam tahun terakhir, Antara tidak menaikkan tarif copyright-nya, yaitu Rp 50/eksemplar/bulan.


Di tengah berbagai kemajuan di usianya yang ke-55 hari ini, mungkin masih banyak hal pula yang masih dituntut dari Antara dalam perannya sebagai sebuah media massa. Dan hal ini pun bukan tidak disadari oleh para pengasuhnya. Seperti dikatakan Handjojo Nitimihardjo, "Memang, kami kantor berita resmi pemerintah. Tapi sebagai kantor berita nasional, kami ini menampung kepentingan masyarakat maupun pemerintah. Di samping itu, kami juga berusaha menjadi wahana edukasi untuk mencerdaskan bangsa. Jadi meskipun milik pemerintah, tidak berarti suara masyarakat diabaikan. (Taufik H. Mihardja)

Tidak ada komentar: